السلام عليكم ورحمة الله وبركا ته
Aku sama sekali bukanlah seorang penulis. Bukan pula ahlul ‘ilmi. Aku hanya seorang pembelajar biasa yang masih harus banyak belajar lagi dan terus belajar. Isi blogku ini hampir semuanya bukanlah karya ilmiah hasil tulisanku sendiri. Namun aku mengkompilasinya saja dari berbagai sumber yang kuhimpun menjadi satu di blogku ini, yang mana aku mengharapkan keridhoan Allah subhanahu wa ta’ala atas usahaku ini, agar kumpulan artikel ini dapat diambil manfaatnya oleh pembaca blogku ini, dan juga demi percepatan ilmu itu sendiri. Semoga bermanfaat.  “Renungan (Muhasabah/Contemplation) Diri”  oleh :RACHMATSYAH

Minggu, 04 Desember 2016

Tausiah ke-9 (Celanya Dunia)

Ayat-ayat Al Quran yang menguraikan perihal cela dunia atau yang berhubungan dengan itu sungguh amat banyak. Memang sebagian besar Al Quran itu mengandung masalah-masalah yang bersangkutan dengan keduniaan, cela-celanya dan membelokkan perhatian makhluk daripadanya serta mengajak mereka untuk lebih memperhatikan soal-soal keakhiratan. Malahan hal-hal yang sedemikian itulah yang merupakan tugas dan tujuan dakwah yang dibawa oleh para nabi ‘alaihimus shalatu wassalam. Beliau-beliau itu tidaklah diutus oleh Allah ta’ala melainkan untuk maksud-maksud tersebut di atas. Oleh sebab itu rasanya tidak perlu lagi disini dikemukakan ayat-ayat Al Quran tadi, sebab sudah amat jelas sekali.


Hanya saja ada baiknya sekiranya disini dicantumkan hadits-hadits yang sekedarnya yang ada sangkut-pautnya dengan soal-soal keduniaan itu.

Pada suatu ketika rasulullah s.a.w. berjalan melalui seekor kibas yang telah mati, lalu beliau s.a.w. bersabda (diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Hakim) :
اَتَرَوْنَ هذِهِ الشَّاةَ هَيِّنَةً عَلَى اَهْلِهَا؟ قَالُوا:مِنْ هَوَانِهَااَلْقَوْهَا. قَالَ:وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ, لَلدُّنْيَااَهْوَنُ عَلَ الله مِنْ هذِهِ الشَّاةِ عَلَى اَهْلِهَا, وَلَوْكَانَتِ الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَاللهِ جَنَاحَ بَعُوضَةٍ مَاسَقَى كَافِرًامِنْهَاشُرْبَةَ مَاءٍ
Bagaimanakah pendapatmu semua mengenai kibas ini. Adakah ia hina (tidak berharga sama sekali) bagi pemiliknya ?”. Para sahabat menjawab, “Benar dan karena tidak berharganya lalu mereka buangkan saja”. Beliau s.a.w. bersabda lagi, “Demi Zat yang jiwaku ada di dalam kekuasaan-Nya, niscayalah bahwa dunia ini lebih hina di sisi Allah dari kibas mati ini bagi pemiliknya. Andaikata dunia ini di sisi Allah dianggap berharga menyamai selembar sayap seekor nyamuk, tidaklah Ia akan memberi minum kepada seseorang kafir seteguk air pun daripadanya”.

Beliau s.a.w. bersabda pula (diriwayatkan oleh Ibnu Abiddunya dan Baihaqi) :
Mencintai dunia adalah pokok dari kesalahan.     حُبُّ الدُّنْيَارَأْسُ كُلِّ خَطِيْئَةٍ

Ada pula sabda rasulullah s.a.w. yang berbunyi (diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Majah) :
اِنَّ الدُّنْيَاحُلُوةٌ خَضِرَةٌ وَاِنَّ الله َمُسْتَخْلِفُكُمْ فِيْهَافَنَاظِرْكَيْفَ تَعْلَمُوْنَ
Sesungguhnya dunia ini adalah manis dan hijau dan sesungguhnya Allah menjadikan kamu semua sebagai khilafah (penghuni) disitu, maka akan diperiksalah bagaimana kamu semua beramal.

DUNIA YANG TERCELA

Ketahuilah bahwa mengetahui cela dunia itu dapat dianggap cukup selama belum diketahui pula dunia manakah yang dianggap cela, apakah dunia itu atau apakah yang seyogyanya dijauhi dari keduniaan tadi, dan mana pulakah yang tidak perlu dijauhi. Oleh sebab itu perlu sekali dibentangkan secara ringkas perihal dunia yang tercela tadi yang kita diperintah untuk menjauhinya, sebab yang tercela itu memang benar-benar merupakan musuh yang dapat memutuskan jalan menuju jalan Allah ta’ala. Inilah yang perlu kita maklumi bersama. Baiklah kita mulai menguraikannya.

Dunia dan akhiratmu itu adalah sebagai ibarat dua keadaan dari hal-ihwal hatimu. Yang dekat atau yang sekarang ini disebut dunia yakni segala sesuatu yang dialami sebelum kematian, sedang yang belakang atau yang sesudah itu disebut akhirat yaitu segala sesuatu yang akan dialami setelah kematian.

Maka dari itu segala yang menjadi milikmu, di dalamnya ada bagian, nasib, tujuan, kesyahwatan, kelezatan yang kontan pada saat sekarang sebelum mati, itu semua adalah dunia yang menjadi hakmu. Tetapi tidak semua milik yang dipunyai, yang ada bagian dan nasibmu di dalamnya itu tentu tercela. Hal ini tidak demikian. Sebaliknya dalam hal ini ada tiga macam bagian yang penting, yaitu ;

Pertama ; Milik yang akan mengawanimu sampai di akhirat nanti dan tetap dapat dipetik buahnya setelah kematian nanti. Ini adalah yang berupa ilmu pengetahuan yang bermanfaat serta amal shalih.

Kedua ; Milik yang merupakan kebalikan dari yang pertama yakni segala sesuatu yang menjadi lawannya yang jauh yakni bagian yang kontan dan sama sekali tidak akan membuahkan sesuatu untuk kepentingan keakhiratan kelak nanti, misalnya bersenang-senang dalam perbuatan kemaksiatan atau berlezat-lezatan dengan kenikmatan yang melampaui batas yang diperlukan dan akhirnya dapat dimasukkan dalam kelompok berlebih-lebihan dalam mengejar kesenangan lahiriah. Oleh sebab itu segala yang dilakukan seseorang dalam keadaan tingkat kedua ini adalah merupakan keduniaan yang tercela sekali.

Ketiga ; Milik yang merupakan pertengahan antara dua keadaan di atas yakni segala bagian yang kontan, yang ditentukan untuk amalan-amalan akhirat, tetapi yang mau tidak mau harus dilaksanakan demi untuk mendatangkan kebahagiaan manusia itu sendiri, misalnya agar berlangsung kehidupannya serta tetap kesehatannya dan dengan kedua macam ini akan digunakan untuk menuju kepada ilmu pengetahuan dan amal shalih. Misalnya ialah makan minum, berpakaian, berobat dan lain-lain. Semua yang dikerjakan dalam keadaan sebagaimana di atas itu bukanlah termasuk hal keduniaan. Jadi masih tergolong sebagaimana bagian pertama di atas, sebab merupakan perantaraan untuk menentukan terlaksananya bagian yang pertama tersebut.

Maka dari segala sesuatu yang dilakukan atau diperoleh seseorang dengan tujuan untuk dijadikan sebagai perantara atau penolongnya guna mencapai ilmu pengetahuan yang bermanfaat serta melaksanakan amal kelakuan yang shalih, tidaklah berarti bahwa ia melakukan atau memperolehnya untuk keduniaan. Orang tersebut tidak lagi termasuk putera pencari keduniaan, sebab baginya keduniaan itu adalah sebagai ladang untuk tanaman keakhiratan. Tetapi sebaliknya apabila ada orang yang mengerjakan atau memperoleh itu dengan tujuan memuaskan nafsunya saja tanpa ada maksud untuk sebagai perantara yang mengantarkannya ke akhirat, maka teranglah bahwa ia termasuk pencari keduniaan semata-mata. Sebabnya yang sedemikian itu ialah karena bagi orang tersebut dunia adalah merupakan bagiannya yang kontan yang tidak dihubungkan sama sekali dengan akhirat. Agaknya ia memang tidak memerlukan kebahagiaan di akhirat itu dan inilah yang lazim dikatakan sebagai hawa nafsu dan kesyahwatan.

Dalam hal ini Allah s.w.t. berfirman dalam surah An Nazi’at 40-41 :
وَاَمَّامَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِى وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى. فَاِنَّاالْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوى
Adapun orang yang takut kepada Tuhannya dan mencegah dirinya dari kehendak hawa nafsu, maka sesungguhnya surga itulah tempatnya.

Kumpulan hawa nafsu itu ada lima macam yaitu sebagaimana yang dihimpunkan oleh Allah s.w.t. dalam firmannya dalam surah Al Hadid 20 :
اِعْلَمُوْآ اَنَّمَاالْحَيَوةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَّلَهْوٌ وَّزِيْـنَةٌ وَّتَفَاخُرٌبَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌفِى اْلاَمْوَالِ وَاْلاَوْلاَدِ ...
Ketahuilah bahwa kehidupan dunia itu adalah permainan, senda gurau, perhiasan, bermegah-megahan antara kamu dan berlomba banyak harta dan anak-anak.

Tentang benda-benda yang digunakan sebagai perwujudn dari lima macam hawa nafsu di atas itu ada tujuh macam dan juga dihimpun oleh Allah s.w.t. dalam firman-Nya dalam surah Ali ‘Imran 14 :
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَهَوَاتِ مِنَ النِّسَآءِ وَالْبَنِيْنَ وَالْقَنَاطِيْرِالْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَاْلاَنْعَامِ وَالْحَرْثِ, ذَالِكَ مَتَاعُ الْحَيَواةِ الدُّ نْيَا....
Dihiasi untuk para manusia itu (manusia diberi hasrat atau nafsu) mencintai beberapa kesyahwatan (menginginkan kesenangan-kesenangan) terhadap kaum wanita, anak-anak, kekayaan yang berlimpah-limpah dari emas dan perak, kuda yang bagus, binatang ternak dan sawah ladang. Memang itulah kesenangan hidup di dunia.

Ringkasnya ialah bahwa segala sesuatu yang ditujukan untuk menuju jalan Allah ta’ala, bukanlah itu termasuk keduniaan semata-mata dan sebaliknya ialah bahwa segala sesuatu yang bukan ditujukan pada jalan Allah ta’ala maka itulah yang termasuk keduniaan.

HAKIKAT DUNIA

Ketahuilah bahwa dunia adalah sebagai ibarat dari berbagai benda yang ada dipergunakan untuk kepentingan manusia umumnya. Manusia perlu bekerja untuk memperbaiki dan membangunnya itu. Benda-benda yang ada yang merupakan perwujudan dari dunia itu sendiri, sebenarnya tidak lain hanyalah berupa bulatan bumi yang kita tempati ini dengan segala sesuatu yang ada di atasnya serta yang terkandung di dalamnya.

Allah ta’ala berfirman dalam surah Kahf 7 :
اِنَّاجَعَلْنَامَاعَلَى اْلاَرْضِ زِيْنَةً لَّهَالِنَبْلُوَهُمْ اَيُّهُمْ اَحْسَنُ عَمَلاً
Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa-apa yang ada di atas bumi itu sebagai hiasannya, perlunya ialah agar Kami dapat mencoba orang-orang banyak itu, manakah diantara mereka yang terbaik amal kelakuannya.

Jadi bumi itu berkedudukan sebagai hamparan untuk semua golongan manusia, juga sebagai tempat beristirahat, kediaman dan tempat menetap. Selain itu segala yang ada di bumi tadi adalah diperuntukkan manusia-manusia itu pula, baik yang berupa  pakaian, minuman, jodoh dan sebagainya.

Perlu kiranya dimaklumi bahwa segala yang terkumpul di bumi itu dapat dibagi menjadi tiga macam golongan yaitu ;
a. Benda-benda logam (ma’dan)
b. Tumbuh-tumbuhan (nabat)
c. Hewan (hayawan)

Benda-benda logam ; yaitu yang dicari oleh manusia untuk digunakan sebagai bahan membuat ala-alat, perkakas-perkakas serta wadah dan bejana, misalnya ialah tembaga, timah, besi dan sebagainya. Juga yang dapat digunakan sebagai bahan perhiasan, uang dan alat penukaran seperti emas dan perak. Demikian pula yang dipergunakan untuk tujuan-tujuan lain.

Tumbuh-tumbuhan ; inilah yang dicari oleh manusia untuk bahan makan atau pengobatan dan lain-lain sebagainya.

Hewan ; termasuk golongan ini ialah manusia dan binatang dalam segala bentuk dan macamnya.

Binatang ternak dapat diambil dagingnya untuk makanan, dapat digunakan punggungnya untuk kendaraan dan dapat pula dipakai sebagai perhiasan.

Tentang manusia dapatlah digunakan oleh sesamanya sebagai pelayan, juga yang biasa digunakan untuk saling memenuhi keperluan hidupnya seperti wanita. Ada lagi suatu hal yang setiap hati manusia ingin sekali memilikinya, sebab dengan memperolehnya itu akan tertanamlah rasa memuliakan dan mengagungkan dalam kalbu orng-orang lain. Inilah yang lazim disebut ‘kedudukan’ atau ‘pangkat’. Bukankah arti kata ini ialah memiliki kalbu seluruh ummat manusia.

Benda-benda sebagaimana di atas itulah yang termasuk dalam pengertian harta dunia. Semuanya itu telah dihimpunkan menjadi satu ayat dalam firman Allah ta’ala yang berupa tujuh macam hal di atas (surah Ali ‘Imran 14) ;
a. Kaum wanita dan anak-anak (Inilah yang dari golongan sesama manusia)
b. Kekayaan yang berlimpah-limpah dari emas dan perak (Inilah yang dari golongan permata yang berharga sekali serta segala macam jauhar, ratna mutu manikam dan sebagainya)
c. Kuda yang bagus dan binatang ternak (Inilah yang dari golongan binatang atau hewan dalam segala macamnya)
d. Sawah ladang (Inilah yang dari golongan tanam-tanaman, tumbuh-tumbuhan dan segala yang tumbuh dari sawah dan ladang).

Itulah berbagai macam benda-benda keduniaan. Dalam pada itu perlu diketahui pula bahwa benda-benda di atas itu ada dua macam hubungannya dengan manusia, yaitu ;

Pertama ; Hubungan dengan hati yakni mencintai benda-benda tadi, ingin memperoleh bagiannya, sangat menaruh perhatian yang sebesar-besarnya guna memilikinya, sehingga kalbunya itu bagaikan seorang yang memperhambakan diri padanya atau seorang yang merindukan sangat pada keduniaan itu.

Oleh sebab adanya kecintaan yang terlampau sangat tadi, maka erat sekali hubungannya dengan timbulnya beberapa sifat dalam hati sanubari manusia itu yang ada sangkut pautnya dengan urusan pengejaran keduniaan, misalnya ialah sifat kecongkakan, pendendaman, kedengkian, keria’an (memamerkan miliknya yang dianggap istimewa), ketinggian diri (merasa lebih unggul dari orang-orang lain), sangkaan buruk pada orang lain, penipuan dan penggelapan, suka pada pujian dan sanjungan, ingin banyak sendiri, berlomba menambah harta dan kekayaan, bermegah-megahan dalam segala yang tidak patut dan lain-lain sifat hati yang buruk dan jahat. Ini adalah bentuk sifat-sifat keduniaan yang batin. Adapun yang lahir dan tampak ialah sebagaimana yang telah diuraikan di atas.

Kedua ; Hubungan dengan tubuh yaitu berusaha memperbaguskan keadaan benda-benda tadi agar supaya dapat diambil kemanfaatannya, baik olehnya sendiri atau oleh orang lain yang membutuhkannya. Termasuk dalam golongan kedua ini ialah segala macam pertukangan serta segala karya dan usaha yang dikerjakan oleh seluruh manusia.

Sadarilah baik-baik bahwa manusia itu mudah sekali melupakan keadaan dan hal-ihwal dirinya sendiri, juga kemana ia akan kembali dan kemana kelanjutan bepergiannya nanti itu, hanyalah sebab adanya gangguan keduniaan tadi. Ini tentunya disebabkan adanya dua macam hubungan di atas yakni antara benda-benda keduniaan itu dengan hati serta tubuh manusia tadi. Hubungan hati ialah mencintai benda-benda keduniaan itu sedang hubungan tubuh ialah dengan bekerja untuk memperolehnya. Andaikata manusia itu mengerti benar-benar akan keadaan dirinya sendiri dan mengerti pula dengan sebenar-benarnya akan kedudukan Tuhannya, juga menyadari sungguh-sungguh apa hikmat dan rahasia-rahasia dunia ini diciptakan oleh Allah ta’ala, pastilah ia akan menginsafi baik-baik bahwa benda-benda keduniaan yang lazim kita namakan ‘dunia’ itu tidaklah diciptakan oleh Zat Yang Maha Menciptakan yakni Allah s.w.t. melainkan semata-mata untuk kelangsungan kehidupan manusia itu sendiri yakni bahwa dengan benda-benda dunia itulah manusia dapat memperoleh daya dan kekuatan guna memperbaguskan keagamaannya.


Oleh sebab itu, jikalau manusia sudah benar-benar mengerti hal-hal di atas, tentulah sewaktu ia selesai mengerjakan apa yang digerakkan oleh hati dan sudah pula selesai mengerjakan dengan tubuhnya, tentulah ia akan segera menghadap kepada Allah ta’ala dengan sepenuh perhatian yang ada padanya. Ia akan tetap mengikuti siasat-siasat kesyahwatan, selalu meneliti keinginan-keinginannya sendiri sehingga tidak melampaui batas-batas kewara’an serta ketakwaan kepada Allah ta’ala. Semua ini tentulah tidak dapat diketahui melainkan dengan jalan mengikuti golongan-golongan yang nyata-nyata memperoleh keselamatan dunia dan akhirat yaitu para sahabat nabi Muhammad s.a.w. Beliau-beliau inilah yang nyata-nyata mengikuti jalan lempang, jalan lurus dan benar. Beliau-beliau itu tidaklah mencari dunia ini semata-mata untuk kelezatan dan kesenangan, tetapi hanyalah untuk ditujukan kepada tercapainya kekuatan agama, baik dalam tubuhnya sendiri atau pun di dalam masyarakat yang beliau-beliau itu hidup di dalamnya. Beliau-beliau itu tidak juga meninggalkan keduniaan itu sama sekali, tetapi tidaklah pula beliau-beliau itu secara berlebih-lebihan mengejarnya. Beliau-beliau ini senantiasa berjalan menurut garis pertengahan. Inilah yang merupakan keadilan dan pertengahan antara dua macam keadilan dan pertengahan antara dua macam keadaan yang sama tidak benar. Dua keadaan itu ialah tidak memperhatikan sama sekali serta terlampau sangat menaruh perhatian atasnya. Cara pertengahan itulah yang amat dicintai oleh Allah ta’ala.

Sumber : Bimbingan untuk Mencapai Tingkat Mu’min (Disusun oleh Moh. Abdai Rathomy) yang merupakan terjemahan dari Maw ‘izhotul Mu’miniin (Disusun oleh Al’Allamah almarhum Asysyaikh Muhammad Jamaluddin Alqasimi Addimasyqi) yang merupakan ringkasan dari Ihyaa’ ‘Uluumuddiin/Menghidupkan Ilmu-Ilmu Agama (Disusun oleh Imam Al Ghazali)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar